Jumat, 02 Maret 2012

3 Hari untuk Selamanya (aamiin) part 3

Day 3

Apa guna keluh kesah
Apa guna keluh kesah
Gandewa tak kenal menyerah
Apa guna keluh kesah


Lagu Pramuka yang kata “Pramuka”nya diganti dengan “Gandewa” dinyanyikan para caang ketika sampai di puncak Gunung Kencana. Maaf karena saya mengawali cerita hari ketiga ini tidak urut berdasarkan waktu. Biar lebih greget dikit hehehe.

Well, beberapa teman saya memang mungkin menahan tawa ketika menyanyikan lagu ini. Bagaimana tidak? Suara kami sumbang, hehehe. Lagi pula suasana lagu ini harusnya memang senang dan gembira.

Tapi, tidak dengan saya. Sepanjang menyanyikan lagu belasan bahkan mungkin puluhan kali berulang-ulang itu, air mata saya berleleran tiada henti. Kenapa? Alasannya simpel, itu lagu JLEB banget buat saya.

Baiklah, sekarang saya ceritakan semuanya dari awal. Pagi itu, hari ketiga masa pelantikan Gandewa, setelah selesai sarapan kami langsung di-briefing oleh senior-senior. Permintaan salah satu senior yang merupakan salah satu pendiri Gandewa, mas Gigih, saat itu memang simple, ikuti rulesnya.

Ternyata, satu-satunya rule pagi itu bukan lagi tidak boleh berkomunikasi dengan kelompok lain, melainkan salah satu hal yang membuat saya pengen pingsan waktu dengernya: jarak dengan orang di depannya tidak boleh lebih dari 3 langkah!

Saat itu yang terbayang dalam benak saya adalah saya akan mengakibatkan antrean yang panjang bagi orang-orang di belakang saya. Secara, selama jogging selama ini saya selalu paling belakang. Ditambah lagi, setiap naik gunung, baik saat diklat maupun pelantikan ini, saya selalu menciptakan jarak yang lebar dengan orang di depan saya. Mungkin kalo kendaraan diminta menjaga jarak aman, saya justru kebalikannya, terlalu menjaga jarak, hehehe.

Benar saja dugaan saya. Ketika saya terjatuh di jalan, semangat saya menguap sangat cepat, melayang tinggi dan jauuuh sekali sampai saya tidak sanggup meraihnya kembali. Entahlah, saat itu mental saya benar-benar drop. Kalimat “laa hawla walaa quwwata illaa billaah” yang biasanya saya dengungkan dalam kepala berulang-ulang kali, saat itu mendadak tidak muncul dalam kepala. Bahkan saya lupa memohon kekuatan pada Sang Maha Perkasa. Ya, benar-benar lupa seperti saya yang kebiasaan lupa minta uang jajan pada orang tua. Sepertinya setan sudah membutakan pikiran saya kala itu. Yang saat itu saya pikirkan hanyalah: “Saya harus menyerah! Saya harus mengakhiri ini semua! Semua ini tidak berguna! Saya lemah! Saya tidak akan sanggup! Ini bukan jalan saya! Saya sungguh bodoh karena memaksakan diri di jalan ini! Saya hanya akan menyusahkan teman-teman saya! Saya hanya beban! Mereka akan lebih baik tanpa saya! Saya harus menyeraaaaaaaaahhhh!!!!!”

Hasilnya, saya benar-benar menyusahkan. Firasat saya dari awal (ketakutan agak berlebihan yang saya rasakan) rupanya terbukti sekarang. Saya benar-benar menyesal kala itu. Saya menyesal ikut pelantikan, tapi sesungguhnya yang membuat saya menyesal dan sangat merasa bersalah bukan karena saya menyesal ikut Gandewa (karena kalo itu mah saya pengen, secara dari kecil punya cita-cita jadi wanita strong) melainkan karena saya benar-benar menyusahkan. Boro-boro membantu. Gimana sih rasanya jadi beban? Gak enak kan? Rasanya hidup gak ada gunanya. Pengen ngilang aja.

Akhirnya, teman-teman di belakang saya terpaksa mendahului saya, kecuali Bimo selaku ketua kelompok saya. Saya mulai merengek dan meraung-raung menyuarakan pikiran-pikiran negatif saya. Untungnya Bimo sangat keras kepala menghadapi kekeraskepalaan saya. Setiap kali saya mengatakan tidak mampu, Bimo selalu membantahnya. Setiap kali saya menyuruhnya meninggalkan saya, Bimo selalu menarik tangan saya untuk bangun. Puncaknya, Bimo membawakan carrier saya yang katanya enteng, padahal bagi saya berat banget. Sehingga Bimo membawa 2 carrier, satu miliknya di punggung dan satu milik saya di dadanya. Saya mau nangis melihatnya, atau malah mungkin saya memang benar-benar sudah menangis :”””(

Kak Vega berulang kali memperingatkan saya untuk tidak menangis maupun merengek. Saya coba, tapi tidak bisa. Bahkan saya tidak bisa mengontrol pikiran saya sendiri. Puluhan kali saya jatuh walaupun sudah tidak membawa carrier. Bimo berulang kali mengingatkan saya untuk tidak panik melainkan terus berjalan. Tetap saja, saya benar-benar menyusahkan… (pengen nangis lagi saat ngetik ini)

Setelah bertemu dengan Izzat yang juga tampak kelelahan dan berjalan dengan jarak cukup jauh dari rombongan (walaupun jauh lebih dekat daripada saya yang sempat mandeg gamau jalan plus jatoh berulang kali), senior menyuruh Bimo mendahului kami (saya dan Izzat) serta mempercayakan kami pada senior. Bimo pun kali ini menurut. Saya lupa kapan saya pakai carrier saya lagi, tapi yang jelas walaupun saya pake carrier saya lagi, Bimo masih membantu dengan membawakan tas kecil saya.

Saya, Izzat, dan Kak Dandy tertinggal di belakang. Kami berjalan sekuat yang saya dan Izzat bisa. Kak Dandy sesekali mengajak kami mengobrol, sesekali memberi motivasi pada kami. Sungguh, nada suara yang lembut dan tidak membentak itu benar-benar enak didengar (saya tipe orang yang gak bisa dibentak, apalagi dibentak buat gak nangis, yang ada saya malah nangis makin kejer). Saat itu Kak Dandy menanyakan pengalaman kami dalam berkegiatan alam. Izzat pernah mengikuti apa gitu saya lupa namanya, dan dia pernah sampai kaki gunung Ciremai. Sedangkan saya, saya mengakui pernah jadi anggota pramuka (pasif) dan kemping paling jauh di bumi perkemahan Cibubur. Saya lupa pernah kemping di Pulau Untung Jawa, tapi walaupun saya ingat, itu tidak beda jauh dengan kemping di CIbubur, secara teman saya bawaannya koper, saya sendiri membawa ransel biasa dan menjinjing plastik. Kegiatannya paling banter adalah outbond. Hiks, saya jadi malu sendiri karena pengalaman saya berkegiatan di alam begitu minim.

Kak Dandy kemudian bertanya, “Kalau gitu, kamu tahu dong lagu Apa Guna Keluh Kesah?”
Eeh? Saya langsung menelan ludah. Jujur, saya belom pernah dengar dan diajari lagu itu selama saya pramuka (atau pernah tapi saya tidak ingat?). Tapi, mendengar dari judulnya saja, kentara sekali lagu itu nyindir saya banget. Ingat kan selama perjalanan barusan apa yang saya lakukan? Well, akhirnya Kak Dandy mengajari kami lagu itu. Benar saja, lagu yang dinyanyikan Kak Dandy itu sukses membuat napas saya makin sesak.

Entah berapa lama kemudian kami berhasil sampai di sebuah tempat, di mana teman-teman yang lain sedang berdiri berjejer membelakangi kami. Mereka sedang menatap indahnya pemandangan nun jauh di bawah sana. Kami segera masuk barisan dan ikut memandangi pemandangan itu.

Cess. Air mata saya mengalir lagi. Terpaan angin yang lembut menyapu keringat kami.

Kak Dandy meminta saya mengajari teman-teman lagu Apa Guna Keluh Kesah tadi. Berhubung ingatan saya tidak terlalu baik walaupun tadi Kak Dandy sudah mengajari saya di jalan, saya mengatakan bahwa saya tidak hafal. Akhirnya Kak Dandy mengajari kami lagu itu (mengajari lagi kalau untuk saya). Kami pun menyanyikan lagu yang liriknya saya tulis di awal tadi. Sejak saat itu, mata saya seperti keran air yang lupa ditutup.

Setelah itu kami diminta evaluasi lagi. Kali ini evaluasi dari mulai diklat sampai pelantikan. Saya bilang saya masih saja tidak inisiatif, suka bingung harus berbuat apa, dan masih menyusahkan. Senior menanyakan apakah ada progress pada diri saya. Saya bilang saya sudah mencoba, tapi masih saja begitu. Senior bertanya lagi, “Tapi intinya ada atau tidak?” saya jawab, “Yaa, ada sih, tapi dikiiit banget.” Kak Putri bilang saya tidak percaya diri terhadap kemampuan saya sendiri. Mungkin beliau ada benarnya. Tapi, buktinya saya masih menyusahkan begini L Well, emang sih, saya cukup takjub sendiri karna bisa jogging lingkar luar UI (walaupun kayak siput) karena saat setengah lingkar dalam saja (pertama kali jogging) saya benar-benar kayak ikan kehabisan air. Intinya, walaupun dikit, ternyata sebenernya saya ada progressnya juga. Apalagi kalo mengingat riwayat fisik saya. Dari TK, mainan favorit saya adalah ayunan, benci banget kalo disuruh manjat tiang-tiang yang bentuknya setengah lingkaran itu. Palingan itu mainan bukan saya panjat, melainkan saya naikin (jadi saya ngerangkak di atasnya). Kalo panjat memanjat, saya sukanya manjat teralis jendela, hehe. Trus dari SD sampe SMA, prestasi saya kalo lari itu 3 besar… terbelakang, haha. Saya cuma bisa ngebalap anak-anak yang punya penyakit asma doang. Apabae dah? Sampe-sampe, temen saya (bahkan keluarga besar saya) awalnya ga percaya saya ikutan ukm macam ini di kampus. Pasti pertanyaannya adalah “Emang bisa?” :’(

Saat-saat selanjutnya adalah momen-momen yang campur aduk banget. Momen pelantikan. Kak Dandy menyuruh saya, Izzat, dan Tata keluar dari barisan karena menurutnya kami tidak pantas dilantik. Kak Vega menambahi dengan menyuruh Anah keluar dari barisan. Selanjutnya, acara penuh dengan nada-nada tinggi senior yang saling berbeda pendapat. Mas Gigih menggugat aksi campur tangan Kak Dandy dan Kak Vega yang dianggapnya merecoki kegiatan panitia. Kak Vega berpendapat dirinya berhak untuk melakukan itu karena ia bagian dari keluarga Gandewa dan berhak memutuskan siapa yang pantas dan tidak pantas bergabung dalam keluarga itu. Diskusi (atau debat) cukup alot. Kami pun ditanya apakah merasa layak atau tidak untuk masuk Gandewa. Tata dan Anah menjawab layak, sementara saya dan Izzat menjawab tidak. Selanjutnya, masih saja suasana tegang tercipta.

Singkat cerita, panitia memberi kesempatan pada kami semua untuk dilantik, tinggal kami yang meyakinkan mereka untuk bersedia melantik kami. Kami diminta berjanji untuk meyakinkan mereka. Saya bilang, saya memang sebelumnya sudah berencana (baik dilantik maupun tidak) untuk meningkatkan fisik saya dengan latihan fisik (jogging), serta berencana untuk berkonsultasi mengenai ketidakpercayaan diri saya yang agaknya kelewatan sampai menyusahkan itu.

Kalau masalah keinginan, saya memang ingin. Dari dulu saya ingin jadi pecinta alam, ingin menyaksikan ciptaan-Nya yang luar biasa. Namun, masalah kelayakan, saya memang merasa tidak layak. Bagaimana bisa layak? Buktinya saya baru saja menyusahkan banget beberapa saat yang lalu.

Mengenai janji-janji untuk meyakinkan senior, kali itu juga terdapat percakapan menegangkan antara Bimo dengan senior. Bimo bukan tipikal orang yang suka berjanji, sementara senior meminta janji dari kami untuk meyakinkan mereka. Untungnya, pembicaraan dengan sedikit nada tinggi dan membuat beberapa senior dan caang menangis itu tidak berlangsung lama.

Akhirnya panitia melantik kami semua, lima belas orang caang Gandewa, menjadi anggota Gandewa angkatan 5. Sesuatu banget ketika satu per satu dari kami maju untuk mengucap janji sembari memegang bendera Gandewa, lalu dipakaikan slayer biru muda berlambang Gandewa. Ketika saya maju, saya berjanji untuk berusaha menjadi anggota keluarga yang baik bagi keluarga baru saya ini dan saya berjanji untuk berusaha menjadikan Gandewa sebagai keluarga saya selain keluarga saya di rumah. Kenapa janji-janji saya cuma berkutat di kata “keluarga”? Karena bagi saya, “keluarga” itu benar-benar sesuatu, bahkan nyaris segalanya. Saat Kak Vega memakaikan slayer untuk saya, beliau berpesan agar saya menjaga janji saya, dan bila saya melanggar janji saya, saya berhadapan dengannya. Kak Vega mengakhiri nasihatnya dengan menepuk pipi kanan dan kiri saya.

Izzat menangis cukup keras setelah mengucapkan janjinya. Saya paham, janji bukanlah sesuatu yang main-main. Allah dan malaikat menyaksikannya. (jadi merinding)

Setelah semua caang dilantik, kami berfoto bersama beberapa kali, lalu duduk melingkar dan mengobrol sambil memakan cemilan. Kyaa, sungguh momen yang unforgettable jugaa! :”)

Tak lama kemudian mulai gerimis. Kami bersiap-siap untuk turun. Benar saja, di perjalanan kami menuju LC, hujan turun dengan cukup deras sehingga jalur menjadi licin. Kami sempat berpapasan dengan rombongan lain yang hendak naik, sehingga perjalanan sedikit melambat.

Sesampainya di LC hujan berhenti. Kami beristirahat dan berganti pakaian serta solat. Beberapa senior membeli makanan di warung. Di situ saya melihat tangan saya tengah dihisap pacet yang sudah cukup gendut. Saya sengaja membiarkannya sampai lepas sendiri, tapi Kamal tidak tahan melihatnya. Ia mengusir dan menginjak-injak pacet itu. Huaaa kejam sekali. Selesai solat, Nipeh menanyakan celana saya di bagian paha yang berdarah, padahal saya baru saja mengganti celana. Saya mengabaikannya dan baru sadar bahwa darahnya semakin banyak ketika sudah di kereta. Untungnya saya tidak merasakan  sakit sama sekali :D justru yang terasa sakit adalah baret-baret di telapak tangan saya. Yah, tapi saya senang, biar dikira jagoan, gitu, hehehe (film Petualangan Sherina benar-benar mempengaruhi saya).

Dari LC sampai pos Telaga Warna, kami naik truk lagi. Di sepanjang perjalanan, setelah berfoto-foto, kami nyanyi-nyanyi. Mulai dari lagu-lagu galau-nya band-band yang udah cukup berumur (tapi sumpah lagunya emang enak-enak banget, kan?) sampe Genderang UI. Bimo beraksi menyanyikan lagu-nya Dewa pake botol sebagai mic-nya, membuat kami terpingkal-pingkal. Nipeh berulang kali menggoda Rima dengan lagu Rama-Bertahan. Izzat, Hari, dan lupa siapa lagi sibuk membicarakan kakak-kakak hebat untuk merekomendasikan mereka biar dapet beasiswa PPSDMS.

Sampai di pos Telaga Warna, beberapa dari kami makan di warung yang ada di sana. Trus dari pos Telaga Warna kami menyewa angkot lagi sampai ke Stasiun Bogor. Di angkot yang saya tumpangi, duduknya cukup sempit sampai Rima dan Nipeh duduk di bawah. Tata lebih sering tidur karna semalam kurang tidur akibat dari sleeping bag-nya yang basah. Anah juga sempet tidur agak lama. Izzat masih menyempatkan diri membaca Al-Quran dari ponselnya. Teh Tuti dan Kamal terlihat asyik ngobrol ama supir angkot. Saya sempet ngejatohin arbei yang Nipeh beli (maaf yaaa). Gugum masih cool hehehe. Ka Dita sempet sms pinjem hape Kamal. Ka Syanmil duduknya nyempil banget di pinggir carrier-carrier.

Sesampainya di Stasiun Bogor, Nadya membeli tiket untuk kami, abis itu kami naik deh Commuter Line yang sudah menunggu (saya gak perlu cerita sedikit hal yang berkaitan dengan 20.000 ya?? hehehe)

Alhamdulillah, kami semua sampai di Stasiun UI dengan selamat. Eh, gak semua sih, karna ada yang turun duluan (Izzat) dan ada yang turun belakangan (Kamal). Abis itu kami ke KanLam FPsi UI dan istirahat sejenak, nentuin tanggal evaluasi dan cuci-cuci barang, trus balik ke tempat tinggal masing-masing deh :D


Subhanallah, walhamdulillah, walaailaahaillallah, wallahuakbar..




Tidak ada komentar:

Posting Komentar