Jumat, 20 Desember 2013

Lepas

Kulepas kau bersama tetesan awan yang semakin deras
Mengalirkan segala ingin yang tak mungkin
Menghanyutkan asa yang tak pada tempatnya

Jadi biarlah aku yang gersang, sebab rinaimu hanya menjadi air bah di hatiku

Sabtu, 07 Desember 2013

Halte

Sudah biasa, saya pikir, bagi saya untuk membuat perencanaan. Tujuan, impian, cita-cita, dan sejenisnya sudah tidak asing lagi bagi saya. Bahkan, saya pernah membuat tulisan mengenai hal tersebut. Namun, pada dua siang itu saya tersentak. Malu. Apa benar saya sudah tahu tujuan saya?

Dua siang. Dua tempat. Dua situasi. Pertanyaan pada siang, tempat, dan situasi pertama terjawab beberapa minggu setelahnya, tepatnya di siang, tempat, dan situasi yang kedua. Keduanya sama-sama menghentakkan saya dalam hal yang sudah saya paparkan sebelumnya.

Apa tujuan hidup kamu? Sebuah pertanyaan simpel dari dosen saya membuat saya meringis. Saat itu saya yakin saya sudah punya. Saya sering membuat perencanaan dalam hidup saya, mulai dari perencanaan studi, perencanaan karir, kalau perencanaan hidup … mungkin. Mungkin sudah, mungkin juga, hmm, belum. Ah, bukankah saya sudah punya tujuan hidup? Atau, apakah yang saya kira tujuan sebenarnya bukan benar-benar tujuan?

Kali kedua terjadi bukan di dalam kampus. Ketika mengikuti sebuah pelatihan, saya dikenalkan “istilah baru”. Terminal dan halte. Bukan terminal dan halte kendaraan umum seperti yang saya maknai biasanya, melainkan “terminal” dan “halte” dalam hidup. Saya, dan peserta pelatihan saat itu, diminta untuk mengevaluasi “tujuan” yang telah kami tuliskan sebelumnya, apakah “tujuan” itu adalah “terminal” alias tujuan akhir, atau baru “halte” alias tujuan sementara.

Saya menelan ludah. Tanpa lama berpikir, saya menulis kata HALTE besar-besar. Semua ini baru halte. Dari sekian baris mimpi yang saya tulis itu, semuanya bukan yang terakhir, bukan final.

Saya jadi kembali teringat pada “banyak jalan menuju Roma”. Dalam konteks ini, bahkan jika keadaan membuat saya harus melalui jalan yang bukan di mana halte-halte itu berada, itu sejatinya tak mengapa. Lagi-lagi, karena itu hanya persinggahan sementara.

Dan bukan di dunia ini pemberhentian akhir itu berada.

Nampaknya saya terlalu sibuk membayangkan jalan-jalan yang mengantarkan saya pada “halte”, hingga terlupa pada “terminal”.

Namun demikian, itu tidak berarti “halte”-“halte” tersebut menjadi tidak penting. Mereka penting, tapi yang saya pahami sekarang, mereka bukan lagi yang utama.