Sabtu, 15 Juni 2013

Harga Kehidupan

Ketika melihat tanggal terakhir saya mem-posting tulisan di sini, saya merasa setengah kaget dan setengah tidak. Kaget karena 'Oow, sudah berapa bulan, ini?', yang segera dibalas oleh ketidakkagetan, tetapi ternyata yang juga menimbulkan kekagetan baru, yaitu 'Bukannya udah biasa, saya berencana untuk nulis tapi gak jadi?' 

Sebegitunya.

Ah, tapi sudahlah. Mungkin lain kali, kalau perlu, kita membahasnya di sini. Saya memang memiliki sederet 'janin-janin' tulisan yang tak kunjung saya lahirkan dan bahkan tergugurkan.

Berbicara tentang keguguran, itu yang akan saya tulis sekarang. Saya tidak berniat menjelaskan apa dan bagaimana, apalagi secara ilmiah. Saya hanya ingin menggulirkan perasaan yang terkadang menyesakkan.

Kakak kandung saya satu-satunya saat ini sedang hamil muda. Sayangnya, di dua bulan pertama ini, dan semoga hanya di dua bulan pertama ini saja, kandungannya tidak seasyik yang saya bayangkan. Saya baru mengetahui bahwa ternyata seriskan itu untuk melakukan hal-hal yang bagi saya biasa saja. Bisa jadi karena saya bungsu dan belum pernah sedekat ini dengan orang yang sedang mengandung sehingga saya bisa mengamatinya sepanjang waktu, banyak hal yang 'ternyata' buat saya. Kalau dibandingkan dengan cerita mama saat mengandung anak-anaknya dulu, yaitu ketika mama sanggup bergelantungan di pintu bus untuk sampai ke kantornya, keadaan kakak saya berbeda. Sejak menikah, kakak saya mengurangi pekerjaannya, apalagi saat diketahui mengandung. Memang, kakak saya pernah menerima permintaan tetangga untuk menjadi MC di acara pernikahannya, tetapi ya, setelah hari itu dan keesokannya di mana ia menghadiri 2 undangan pernikahan temannya yang lain --kayaknya lagi musim kawin, ya :p--, kakak saya harus bedrest. Jadwal ke rumah sakit pun ternyata menjadi lebih sering dari yang seharusnya. :'(

Well, kembali ke keguguran tadi, kali ini kata tersebut membuat saya cemas. Saya sudah sering keguguran ide menulis. Agak menyesakkan, memang. Akan tetapi, kali ini kecemasannya jauh lebih dari itu. Ini menyangkut kelahiran manusia, lebih spesifik lagi keponakan saya.

Semoga kecemasan ini tidak terbukti, kekhawatiran ini tidak menjadi, dan ketakutan ini tidak memamerkan diri. Biarlah mereka menjadi peringatan bagi kami untuk menghargai kehidupan ini, termasuk kehidupan sosok yang kami nanti.

Saya menjadi semakin memahami betapa berharganya hidup ini, betapa berharganya satu nyawa ini. Mungkin terkadang kita merasa bukan siapa-siapa, tidak bisa apa-apa, tetapi sesungguhnya kita berharga, tinggal bagaimana kita membuktikannya.

Bekasi, 15 Juni 2013


P.S. : Untuk keponakanku yang masih entah berwujud apa, semangat ya, Sayang :) kami mencintaimu bahkan sebelum kamu mampu mengeja kata cinta.