Sabtu, 13 Februari 2010

SAKURA -part 1-


Langit cerah. Biru terang yang tenang dengan beberapa gumpal awan tipis yang bagai kapas membentang di angkasa. Sedikit kejinggaan di bagian timur, menyambut kehadiran Sang Raja Siang yang bersiap hadir dari bawah garis horizon.
Kota kecil ini adalah kota yang sangat tenang. Cantik, tapi tersembunyi. Tak banyak yang mengetahui kecantikan kota di balik pegunungan ini. Kota yang tenang dan damai, juga sangat mempesona.
Sejak sebelum matahari muncul, kehidupan di kota ini sudah dimulai. Orang-orang berlalu-lalang di sepanjang jalan kota, tapi tak banyak mobil ataupun motor pribadi yang lewat. Hanya beberapa truk kecil pengangkut barang dan angkutan umum yang merupakan kendaraan bermotor yang sering melewati jalan-jalan di kota ini. Sebagian besar penduduk menggunakan sepeda sebagai alat transportasi sehari-hari, karena sangat disayangkan bila banyak polusi yang mencemari udara dingin yang melingkupi kota ini. Lainnya lebih memilih berjalan kaki bila jarak tempuh tidak terlalu jauh. Tentu saja hal itu membuat kota yang bersih ini dilingkupi udara yang juga bersih. Ditambah lagi dengan rimbunnya pepohonan yang membuat kota yang terlihat sangat hijau ini semakin asri.
Walaupun cukup terpencil, kota ini bukan kota yang terbelakang. Informasi dan komunikasi berjalan dengan sangat baik ke kota ini. Kota yang menempatkan pendidikan sebagai prioritas utamanya ini memiliki banyak akses untuk menghubungkan penduduknya dengan kota-kota bahkan negara lain, namun tidak suka mengekspos keindahan alamnya untuk menarik wisatawan. Sekolah-sekolah dengan kualitas baik, juga gedung-gedung perpustakaan dan taman bacaan tersebar di seluruh penjuru kota ini.



^-^
Sakura bersiul-siul kecil sambil melangkahkan kakinya di trotoar sepanjang pinggiran jalan. Sesekali tersenyum hangat bila berpapasan dengan orang lain, atau berteriak kecil menyapa orang-orang yang dikenalnya.
“Hei, mana sepedamu?” tanya Shaoran yang mengayuh sepedanya selambat mungkin untuk menjajari langkah Sakura.
“Bannya bocor, aku belum sempat membawanya ke bengkel.” Jawab Sakura sambil menyeringai miris mengingat kemarin ia menyeret sepedanya pulang ke rumah setelah menghabiskan Minggu sorenya di pantai. Jalanan menanjak yang cukup jauh membuat Sakura terkapar setelah sampai rumah.
“Salah siapa ke pantai tidak mengajakku? Hahaha…” ejek Shaoran lalu mengayuh sepedanya lebih kencang, berniat meninggalkan Sakura.
“Hei, kau tidak menawariku ikut naik sepeda denganmu?!” teriak Sakura melihat Shaoran ingin meninggalkannya begitu saja.
“Berjalan kaki itu sehat, Sakura! Hahaha, selamat tinggal! Sampai jumpa di sekolah!” pamit Shaoran dengan berteriak juga.
“Huh! Tega sekali kau ini! Akan kuadukan kau pada Tomoyo! Dia itu tidak suka cowok yang tak berperasaan, tahu!” ancam Sakura. Kemarin dia baru tahu kalau Shaoran ternyata menyukai kakak perempuannya.
Ckiiittt….!! Rem sepeda Shaoran langsung berdecit. Dengan bibir dimajukan ia menunggu Sakura untuk naik sepeda bersamanya.
“Hahaha… kalau saja aku tahu perasaanmu dari dulu, pasti tidak akan sulit memintamu banyak hal!” pekik Sakura senang sambil naik pijakan di belakang Shaoran. Sepeda Shaoran memang tidak ada tempat untuk membonceng, tapi ada pijakannya, jadi kalau mau membonceng harus berdiri di belakang Shaoran.
“Huh, kalau saja kau tidak membuatku keceplosan minggu lalu!” gerutu Shaoran kesal.
‘Pagi yang indah, seperti pagi-pagi yang dulu. Entah kenapa aku merasa kelak akan sulit menemukan kembali pagi seindah pagi ini…’ ujar Sakura dalam hati sambil menghirup napas dalam-dalam, memenuhi paru-parunya dengan udara dingin yang menyegarkan.
^-^
Dengan keringat bercucuran Shaoran memarkir sepedanya di tempat parkir sepeda. Sakura menunggunya sambil tersenyum.
“Heh, untuk apa kau senyum-senyum? Senang melihatku kelelahan begini?” tanya Shaoran ketus.
“Tidak. Senang saja melihatmu masih peduli padaku. Hmm, setelah ku pikr-pikir, kau tidak terlalu buruk juga untuk menjadi kakak iparku.” Jawab Sakura sambil menyodorkan sapu tangannya, “Ini, pakai saja. Ini hadiah dari Tomoyo untukku, lho.” Tawar Sakura.
“Ini buatku? Wah, kau memang calon adik ipar yang baik, Sakura.” Terima Shaoran sambil mengacak-acak rambut gadis yang telah bersahabat dengannya sejak kanak-kanak itu.
“Aku memang baik, kau sudah tahu itu dari dulu kan? Tapi sayangnya, itu bukan untukmu. Aku hanya meminjamkannya saja. Sayang sekali kalau sapu tangan sebagus itu kuberikan padamu.” Ucap Sakura santai.
“Huu, kalau begitu aku menarik kata-kataku kalau kau baik tadi!” kata Shaoran sambil mengembalikan sapu tangan yang sudah basah oleh keringatnya itu dan menggunakannya untuk semakin mengacak-acak rambut Sakura.
“Ugh, kau ini. Nanti rambutku bauu..!” protes Sakura. Diinjaknya kaki Shaoran keras-keras.
“Sakit, tahu!” omel Shaoran yang kemudian mencubit pipi Sakura kencang-kencang sampai Sakura menjerit.
Tiba-tiba gerakan tangan Shaoran terhenti, seiring dengan matanya yang terpaku menatap sesuatu di belakang Sakura. Sakura mengikuti arah mata Shaoran.
Memasuki gerbang sekolah tempat Sakura dan Shaoran menimba ilmu, sebuah sedan mewah langsung menyedot perhatian orang-orang di sekitar tempat itu. Bukan hanya karena mobil itu belum pernah mereka lihat sebelumnya di sekitar kota, tapi juga karena mobil itu sangat, sangat mewah, di atas standar mobil yang biasanya berseliweran di kota mungil nan terpencil itu. Selain itu, entahlah, sepertinya ada ‘sesuatu’ yang membuat mobil dengan bentuk yang sebenarnya tidak tak lazim itu tampak begitu istimewa dan menyedot perhatian.
Semua orang di sekeliling mobil itu tanpa sadar menahan napas saat pintu mobil terbuka. Dengan gaya anggun dan berkelas, tiga orang pria keluar dari mobil itu. Seorang berusia cukup baya, dan dua yang lainnya berusia seumuran Sakura dan Shaoran.
Ketiga pria itu melangkah masih dengan gaya berjalan yang anggun ke arah kantor sekolah. Seorang dari dua lelaki muda itu melihat sekeliling dengan wajah bersahabat, tak seperti pemuda yang satunya lagi, yang menatap lurus ke depan dengan bibir terkatup rapat yang juga membentuk garis lurus.
Saat lelaki dengan wajah ramah itu melewati Sakura dan Shaoran, ia menatap Sakura. Sakura yang tadinya juga memandang ke arahnya langsung mengalihkan matanya saat pandangan mereka bertubrukan. Tiba-tiba mata lelaki itu membesar seperti terkejut, tapi ia cepat-cepat menguasai diri dan bersikap wajar lagi. Shaoran yang melihatnya menatap Sakura dengan bingung.
^-^
-flashback-
“Jadi, kakak sepupumu itu akan tinggal di rumahmu?” tanya Shaoran setelah Sakura bercerita bahwa ia tak akan kesepian lagi di rumahnya.
“Iya, makanya aku senang sekali. Aku tidak akan kesepian lagi.” Jawab Sakura sambil tersenyum senang.
“Ya, aku juga senang kalau kau senang. Tapi, kau tidak akan meninggalkanku setelah kedatangan kakak sepupumu itu, kan?” tanya Shaoran khawatir.
“Haha, kau cemburu?” tanya Sakura balik.
“Tidak. Memangnya, lebih tampan mana, aku atau dia?” tanya Shaoran.
“Kau konyol sekali. Dia itu perempuan, tahu!” jawab Sakura sambil memencet hidung Shaoran gemas.
“Ooh, ku pikir laki-laki.”
“Memangnya kalau lelaki kenapa? Kau jadi akan cemburu ya?” goda Sakura.
“Tidak, dia kan sepupumu.”
“Memangnya kalau sepupu kenapa? Dia itu sepupu jauhku.”
“Aah, sudahlah, yang penting kan ia perempuan. Sudah, tidak usah diteruskan! Aku haus, mau beli minum dulu.” Kata Shaoran yang buru-buru berlalu dari hadapan Sakura yang hanya tertawa-tertawa sendiri melihat ekspresi Shaoran.
“Sepupumu cantik, ya!” komentar Shaoran setelah bertemu Tomoyo, kakak sepupu Sakura yang baru datang dari luar kota. Tentunya ia mengatakan saat tidak ada Tomoyo di sana.
“Tentu saja, masa aku cantik tapi sepupuku tidak?”
“Cih, siapa yang bilang kau cantik?”
“Aku. Kau tidak dengar tadi aku bilang aku cantik?”
“Huu, percaya diri sekali kau!” ejek Shaoran sambil mengacak-acak rambut Sakura.
“Shaoran, temani aku pergi.” Ajak Sakura lewat telepon.
“Kemana?” tanya Shaoran sambil menguap.
“Mencari kado.”
“Ugh, nanti siang saja, aku masih mengantuk.”
“Ayolah, Shaoran. Tomoyo sekarang sedang pergi, aku ingin saat ia datang aku sudah menyiapkan kejutan untuknya.”
Mata Shaoran langsung terbelalak, lalu ia menjawab dengan penuh semangat, “Baik! Lima menit lagi aku akan sampai di depan rumahmu! Bye!” klik. Telepon diputus oleh Shaoran.
Benar saja, lima menit kemudian Shaoran sudah berdiri di depan rumah Sakura dengan rambut masih agak basah.
“Tumben kau tepat waktu.” Ujar Sakura heran.
“Yaah, tidak ada salahnya kan berubah menjadi lebih baik?”
“Kau sepertinya semangat sekali.”
“Tidak. Kan tadi kau yang bilang kalau saat Tomoyo pulang kau sudah menyiapkan kejutan untuknya. Ayo kita bergegas sebelum Tomoyo datang.”
“Tomoyo akan pulang nanti malam. Ia sekarang sedang di rumah ibunya sejak kemarin siang.”
“Kalau begitu kita bisa menyiapkan pesta kecil-kecilan untuknya! Ayo, lebih cepat lebih baik! Lebih banyak yang bisa kita kerjakan!”
“Iya, iya. Aku tahu. Aku senang melihat kau juga begitu antusias. Tapi, kau tidak seperti biasanya.” Ujar Sakura sambil menatap Shaoran menyelidik.
“Kau ini kenapa, sih? Aku biasa-biasa saja!” tukas Shaoran sambil menarik tangan Sakura, menyeretnya pergi sebelum Sakura berkata macam-macam lagi.
“Apa Tomoyo akan menyukai ini?” tanya Shaoran sambil mengacungkan sebuah boneka beruang besar berwarna putih.
“Kau akan memberinya kado?”
“Memangnya tidak boleh?”
“Tentu saja boleh, tapi, waktu aku ulang tahun kemarin, kau tidak memberiku kado. Biasanya juga tidak.”
“Tapi aku kan selalu mengajakmu berkeliling dan mentraktirmu makan.” kilah Shaoran.
“Kepada teman-teman yang lain pun kau tidak pernah memberi kado.”
“Aku kan mengucapkan selamat ulang tahun, itu namanya mendoakannya, dan itu artinya aku memberinya kado berupa doa.”
“Tapi ini berbeda. Kau memberi kado berupa boneka. Tidak seperti untuk yang lain, kau mau menyingkirkan sifat pelitmu itu dulu.”
“Dia memang berbeda, Sakura.” Tanpa sadar Shaoran menjawab seperti itu.
“Berbeda bagaimana?” tanya Sakura yang sudah mulai curiga dengan tatapan menyelidik.
“Sudahlah, lupakan! Nanti saat ulang tahunmu aku juga akan memberimu kado. Puas?” kata Shaoran yang langsung menuju kasir. Sakura sempat melihat wajah Shaoran memerah.
Sepulang dari membeli barang-barang untuk menyiapkan pesta ulang tahun Tomoyo, Shaoran benar-benar serius mempersiapkan acara nanti malam untuk mereka bertiga. Sementara Sakura memasak makan malam dan membuat kue ulang tahun Tomoyo di dapur, Shaoran mendekorasi taman belakang rumah Sakura.
Belum pernah Sakura melihat Shaoran sesemangat itu dalam mempersiapkan kejutan ulang tahun temannya.
-end of flashback-
Tapi, kau tidak akan meninggalkanku setelah kedatangan kakak sepupumu itu, kan?
Ucapan Shaoran masih terdengar jelas di kepala Sakura.
‘Kurasa kelak kau yang akan meninggalkanku, Shaoran.’ Ucap Sakura dalam hati. Kalau ia dulu tahu akan seperti ini, mungkin Sakura akan berkata begitu.
Cemburu. Sakura teringat ejekan apa yang ia lontarkan setelah Shaoran berkata seperti yang ia pikirkan tadi.
Apa justru sekarang Sakura yang cemburu?
Sudah seminggu sejak Sakura mengetahui perasaan Shaoran, dengan leluasa Shaoran menumpahkan perasaannya pada Sakura. Setiap hari Shaoran selalu membicarakan Tomoyo, Tomoyo, dan hanya Tomoyo. Itu sebabnya Sakura memilih ke pantai sendirian kemarin, agar telinganya tidak tuli mendengar nama Tomoyo yang disebut Shaoran dengan penuh semangat.
Sakura tahu, ia cemburu. Tapi dalam artian bukan cemburu karena ia menyukai Shaoran, melainkan karena ia merasa takut Shaoran akan meninggalkannya setelah ia bisa bersama Tomoyo dan tidak mau menyisihkan waktu untuknya, persis seperti kekhawatiran Shaoran dulu.
“Tumben diam saja,” tegur Shaoran sambil menarik bangku di hadapan Sakura dan duduk di sana.
“Eh, kau sudah datang,” kata Sakura dengan sedikit terkejut.
“Memangnya kau tak tahu aku datang? Seingatku tadi kau sudah melihatku saat memasuki kantin, tapi kau tidak menyapaku dengan berteriak seperti biasanya. Makanya aku heran kau diam saja.”
“Tidak, aku tidak melihatmu. Mungkin lihat, tapi aku sedang tidak berkonsentrasi, jadi aku tidak menyadari kedatanganmu.” Jelas Sakura.
“Kau… melamun?” tanya Shaoran dengan dahi berkerut.
“Tidak, tentu saja tidak. Aku hanya sedang memikirkan sesuatu.” Jawab Sakura sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.
“Ada yang mengganjal pikiranmu?” tanya Shaoran khawatir.
“Aku – aku baik-baik saja.” Jawab Sakura yang langsung menunduk sambil menyesap ice cappuccino nya, tak ingin membalas tatapan khawatir Shaoran.
^-^
yak! ini adalah salah satu fanfic multi-chap saya.. saya juga ngepost di fan3less.wordpress.com , sebuah blog yang isinya fanfic saya dan teman-teman saya...
oia, Sakura ini adalah Sakura Kinomoto yang di Card Captor Sakura, tapi dalam fanfic ini ngga cuma ada karakter-karakter di CCS, tapi ntar ada juga dari yang lainnya..

3 komentar:

  1. kyaaa kamu bikin fanfic sakura ternyataa, keren meeel :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. aaaaaaa ini tuh udah lama banget tauuuk, gaje banget deeh ampe malu kalo baca lagi hahahaha.
      Syaki juga diem2 suka nulis juga yak? Keren loh yang Derry n Rose ituuuuu ;)

      Hapus
  2. haha iya itu baru banget aku mulai nulis2 cerpen kayak gitu hehe.. makasih ya :)

    BalasHapus