Kamis, 10 Januari 2013

Jangan SOK [gak] PENTING!

"Kalian jangan merasa SOK nggak penting," senior saya di SMA pernah mengatakan kalimat yang intinya seperti itu. Saya, dengan wajah tertunduk karena merasa tertusuk mendengar kalimatnya, hanya menggerutu dalam hati, 'Siapa yang sok? Saya memang tidak penting di sini.'

Ya, sering sekali saya berpikir bahwa keberadaan saya tidak penting, tidak dibutuhkan, bahkan hanya mengganggu dan menyusahkan. Akan lebih baik jika saya tidak ada saja.

Tapi, apa memang betul seperti itu?

Kenyataannya, justru ke-sok-[nggak]-penting-an saya itu yang menyusahkan banyak orang. Saya mempertahankan ke-bayang-bayang-an saya, alias mempertahankan posisi sebagai bayang-bayang, yang tidak dipedulikan dan tidak berpengaruh apapun. Atau, sebenarnya, tidak mempedulikan dan tidak terpengaruh apapun? Entahlah. Yang jelas, saat memikirkannya, saya merasa telah menjadi orang yang jahat. Bagaimana tidak? Keberadaan saya, meskipun mungkin tidak lebih baik daripada jika sejak semula saya memang tidak berada di sana, telah menimbulkan konsekuensi baik bagi orang-orang di dalamnya selain saya maupun saya sendiri. Bagaimanapun, saya telah berada di dalamnya. Keacuhan, kepasifan, dan tindakan bayang-bayang lainnya, sedikit banyak merugikan mereka, orang-orang selain saya yang berada dalam, katakanlah, kelompok. Mereka berhak mendapatkan kinerja yang baik dari saya sebagai anggotanya, tetapi saya tidak memberikannya.

Kalau saya pikir, perasaan sok [nggak] penting itu bisa jadi terkait dengan self esteem saya, alias penghargaan saya terhadap diri saya sendiri. Saya merasa diri saya tidak cukup berharga di dalam kelompok, sehingga saya merasa keberadaan saya tidak diperlukan. Saya merasa seperti kutu, harus dibuang jauh-jauh. Masalahnya, apa mereka bisa, dan mau, membuang saya? Mereka orang-orang baik, yang masih saja memberikan saya kesempatan untuk berubah. Saya sudah, katakanlah (meskipun terkesan agak kejam), terlanjur masuk di dalamnya, dan mereka pun telah terlanjur menerima saya. Lain halnya jika saya memang tidak pernah masuk sebelumnya. Terlanjur yang saya maksud di sini bisa diawali dengan memilih maupun terpilih, alias masuknya saya dalam kelompok bisa saja karena saya sebelumnya pernah memilih untuk masuk kelompok tersebut (misalnya kelompok bermain) maupun saya tiba-tiba saja berada di dalamnya tanpa saya pernah memintanya (misalnya keluarga). Bagaimanapun awalnya, pada akhirnya saya adalah bagian dari kelompok itu, yang tentunya menimbulkan konsekuensi seperti yang saya tuliskan sebelumnya.

Pada akhirnya, kata "konsekuensi" itulah yang membuat saya tersadar, bahwa baik yang saya lakukan maupun yang tidak saya lakukan tetap memiliki konsekuensinya. Sebagai orang yang ingin menjadi manusia yang bertanggung jawab, saya harus konsekuen, siap menerima segala konsekuensi dari apa yang saya lakukan ataupun tidak lakukan itu. 

Jadi, pantas kah saya tetap merasa sok [nggak] penting?



-renungan pagi hari terhadap diri sendiri-

4 komentar:

  1. Mantap! Kayaknya aku harus ngurangin ke-sok-nggak-penting-an-ku nih...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Yup, Syaki. Mari kita sama-sama sok penting! #eeh

      Hapus
  2. kyaaaa, aku penting buat faraaaaah :D *girang*
    yah, selama ini kamu ngga pernah mikir? berarti kamu cuti dari mikirin aku? hiks hiks hiks padahal aku selalu memikirkanmuuuu
    hehehehehe

    BalasHapus
  3. Dan aku masih gak paham arti Sok nggak penting ini.. Lalu bagaimana aku bisa merenungkan ya? wkwkwk

    BalasHapus