Kamis, 24 Oktober 2013

Bonceng Tiga

Pagi itu langit mendung. Tahu saja ia akan kecemasan yang menggelayutiku. Bagaimana tidak, aku akan memulai perjalanan seorang diri, melintasi negara, di mana baik negara asal maupun negara tujuannya bukan negaraku sendiri, dan ini pertama kalinya. Aku mencoba menguat-nguatkan hati, mengingatkan diri akan salah satu cita-citaku. Backpacker. Terdengar keren, bukan?

Setelah mengecek ulang barang-barang dan memastikan tak ada yang kutinggalkan di PSU Lodge selain kaus kaki tipis yang sudah kotor dan berencana kubuang, aku menghubungi salah satu teman baruku di Thailand. Nee, nama panggilannya. Gadis cantik berkerudung itu semalam sebelumnya mengatakan akan mengantarku ke terminal. Aku menunggunya sembari berpamitan pada teman-teman Indonesia yang masih berada di sana.

Di luar, hujan sudah turun dengan cukup deras. Perutku keroncongan, pagi ini sudah tidak ada jatah sarapan. Setelah hujan mulai reda, aku bergegas menuju sebuah minimarket di depan kampus PSU Phuket untuk membeli makanan, kaus kaki baru, dan jas hujan. Sekembalinya dari sana, Nee dan temannya sudah asyik berbincang dengan Valina, salah satu temanku dari Indonesia. Setelah berkenalan singkat dengan teman Nee, aku memutuskan untuk langsung berangkat. Kupikir aku hanya diantar oleh Nee atau temannya. Kalaupun mereka berdua, kupikir kami menggunakan dua motor.

Ternyata, kami berboncengan bertiga dalam satu motor! Nee yang mengendarai, aku di tengah, dan di belakangku teman Nee. Koperku yang berukuran sedang diletakkan di depan Nee, dan ranselku dicangklong oleh kawan Nee. Sebenarnya aku agak khawatir, apalagi jalanan basah setelah hujan. Namun, aku memilih percaya pada Nee yang mengatakan akan baik-baik saja.

Begitulah, selama sekitar 20 menit kami bertiga menuju terminal. Ternyata di Phuket banyak yang sering bonceng tiga, tidak pakai helm, dan hal-hal lain yang biasanya kuanggap sebagai pelanggaran dalam berlalu lintas. Memang, di sana aku tidak melihat polisi, dan kata temanku, entah benar atau tidak, peraturan di sana memang sedemikian longgar karena di sana daerah tujuan wisata, tempat banyak turis berada. 

Tepat saat Nee menghentikan motornya, sebuah bus berwarna putih-biru bersiap keluar dari terminal. Itu bus menuju Hatyai! Kondekturnya, yang adalah seorang wanita, bertanya apakah kami akan ke Hatyai dalam bahasa Thailand. Nee yang menjawab, sementara aku hanya cengar-cengir sambil mengangguk. Dengan sigap ibu kondektur itu mengambil koperku dan meletakkannya di bagasi bawah bus. Setelah bersalaman singkat dan mengucapkan terima kasih, aku mengucapkan selamat tinggal pada Nee, temannya, dan juga Phuket :')

Aku tidak menyangka bisa berteman baik dengan Nee. Sebelumnya, aku hampir tidak pernah mengobrol dengannya, karena entah mengapa jarak kami selalu berjauhan selama kami berkegiatan. Barulah pada saat-saat terakhir, ketika acara sudah usai, Valina yang cukup dekat dengan Nee menghubungkan kami.

Beberapa pekan setelahnya, kami kembali berhubungan melalui chat facebook. Aku mengajaknya ke Indonesia, dan ia mengatakan bahwa kelak jika suatu saat ke Indonesia, aku adalah salah satu orang pertama yang akan diberitahunya :'D


Aku tidak sabar untuk menjemputnya di bandara Soekarno-Hatta :') 





Tulisan ini kubuat sambil menyusun mozaik-mozaik ingatan yang sudah mulai kabur, sehingga tidak bisa detail :'( Sedih sekali pengalaman-pengalaman berharga itu tergerus waktu karena ingatanku tak cukup kuat untuk memegangnya. Semoga lain kali aku tidak lagi malas mengikat kisah perjalananku dalam tulisan. Aamiin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar